Film North Face adalah film yang mengisahkan upaya pendaki Eropa untuk
menaklukan dinding Utara Eiger di pegunungan Alpen yang berdiri gagah di
Swiss. Walau sebagian besar cerita tentang pendakian adalah kisah nyata,
tetapi ada sisi background yang merupakan fiksi untuk sekedar memperkaya dan
memberikan ilustrasi yang lebih luas. Cerita utama diangkat dari pendakian
duo Jerman bernama Toni Kurtz dan Andi Hinterstoisser yang berusaha
menaklukan dinding perkasa ini di tahun 1936. Kala itu Eropa tengah dalam
genggaman Perang Dunia I dengan Hitler dan Nazi sebagai pengendali kuasa.
Baik Andi dan Toni adalah tentara Jerman, tetapi dikisahkan di film ini
bahwa mereka sebenarnya tidak terlalu menyukai ideologi Nazi. Kesukaan akan
panjat dinding sejak muda mempertemukan keduanya dan akhirnya memutuskan
keluar dari dinas militer untuk mencapai tujuannya. Kisah kedua pendaki ini
makin kompleks ketika seorang jurnalis perempuan, Luise -kawan mendaki
mereka yang ditugasi untuk meliput upaya duo ini. Andi sebenarnya tidak
terlalu berambisi untuk menaklukan Eiger karena kejadian malapetaka dua
pendaki terbaik Jerman setahun sebelumya.
Kisah film ini terbentang dalam waktu yang pendek saja, yakni hanya 5 hari.
Awal mendaki mereka ternyata diikuti oleh dua orang dari Austria, Willy
Angerer dan Edi Rainer. Pendakian mereka bisa dilihat dengan mata telanjang
dari penginapan kota Grindelwald di Bern Swiss, membuat upaya keempat orang
ini menjadi tontonan massa. Eiger juga bisa dicapai dengan jalur kereta api
yang dibangun oleh pemerintah Jerman melalui terowongan gunung. Ditengah
dinding Eiger terdapat sebuah celah darurat yang sengaja dibuat untuk
menghubungkan jalur kereta dengan dinding North Face sebagai salah satu
akses jika melakukan rescue.
Kisah keempat pemanjat tebing terbaik Eropa ini sangat dramatis, bukan saja
karena liku pendakian tetapi juga adalah upaya untuk menyelamatkan mereka.
Persahabatan dua kawan, saling kompetisi antara pendaki, hingga keputusan
yang harus diambil oleh tiap individu. Deretan kesalahan menjadikan
pendakian yang sepertinya bakal berhasil menjadi sebuah malapetaka yang
menjadi legenda di kalangan pemanjat tebing dunia.
Hari pertama mereka diisi dengan pendakian yang cepat dan mengesankan. Andi
(atau dalam kisah nyata adalah Andreas Hinterstoisser) berhasil melakukan
simpangan rute baru. Sayangnya begitu keempat pendaki melewati traverse ini,
baik Andi dan Toni memutuskan untuk tidak meninggalkan tali, berasumsi bahwa
mereka tidak akan melewati rute ini kembali. Sebuah keputusan yang paling
fundamental dan berpenaruh pada 4 hari kedepan. Pada malamnya mereka
menghabiskan dengan mendirikan bivouac ketika cuaca berubah menjadi buruk.
Pagi berikutnya bencana mulai datang ketika hempasan batu menimpa tim. Salah
seorang dari tim Austria terkena batu dan terluka di kepala. Gerakan tim
makin lambat dan mereka kemudian memutuskan untuk turun, sembari berusaha
menyelamatkan yang terluka.
Disinilah kemudian situasi makin mencekam ketika mereka berusaha menelusuri
jalur kembali. Saat itu cuaca yang buruk membuat mereka bergerak
berhati-hati. Pada sore hari, ketika penjaga lorong darurat memanggil
mereka, Toni (yang dianggap sebagai leader) berteriak bahwa tim dalam
kondisi baik-baik saja. Menurut beberapa pendapat pemanjat tebing dunia, ini
karena Toni menggunakan egonya sebagai pendaki yang tidak mau memanggil tim
rescue untuk menolong timnya. Jikalau saat itu Toni mau mengakui bahwa
kondisi timnya dalam keadaan lemah, penjaga lorong mungkin masih mampu untuk
mengorganisir tim penolong.
Malam itu tim harus menghabiskan malam jahanam diterpa badai dingin yang
luar biasa. Dua anggota dari Austria kemudian tewas satu persatu. Andi dan
Toni berusaha bertahan dan mulai turun. Andi yang menghabiskan waktu 5 jam
untuk menelusuri traverse tanpa membawa hasil mengalami penurunan stamina.
Dalam satu titik, tinggalah Toni yang tergantung di dinding.
Kisah mereka sangat mencekam, memilukan dan terkadang membuat miris jika
belum terbiasa dengan film mountaineering. Dalam beberapa hal, film ini
mengingatkan saya pada Touching The Void, kisah survival Joe Simpson di
Siula Grande. Baik Toni dan Joe keduanya sama-sama tergantung tali di
dinding. Joe berakhir di crevasses atau gua es karena tali dipotong oleh
partnernya Simon, sedangkan Toni harus berusaha sendiri untuk menyambung
tali yang diberikan tim rescue.
Walau ending keduanya berbeda, tetapi kisah yang pararel ini bukan suatu
yang kebetulan. Ternyata Joe Simpson-pun mengakui bahwa kisah Toni Kurz ini
adalah inspirasi terbesarnya akan pendakian gunung. Bahkan Joe menulis kisah
Toni ini dalam bukunya berjudul “Beckoning Silence” yang bertutur tentang
upaya mendaki North Face pasca bencana yang nyaris menewaskannya.
Walaupun film ini berbahasa Jerman tetapi penerjemahan cukup bagus dalam
bahasa Inggris. Musik yang dramatis, dan cinematography luar biasa dengan
mengambil setting beneran di North Face membuat para aktor bermain dengan
begitu menyakinkan. Karakter Toni yang kuat dan sentimentil diperankan luar
biasa oleh Benno Fürmann. Dan pemeran Luise oleh Johanna Wokalek pun tidak
tampil sekedarnya. Bahkan lewat sisi pandang dialah kisah Toni Kurz
dipaparkan dengan sangat mengalir.
Film North Face mungkin berakhir tragis, tetapi banyak sekali pelajaran yang
bisa diambil dari kisah mereka. Buat pendaki dan pemanjat untuk
mempertanyakan apa yang menjadi landasan mereka melakukan kegiatan berbahaya
ini. Kecintaan pada olahraga ini, keinginan untuk termasyhur, atau sebuah
bentuk cinta sederhana untuk dipersembahkan pada orang terkasih atau negara
tempat kita mengabdi.
Dalam sejarah, dinding Eiger Utara akhirnya ditaklukan oleh tim
Jerman-Austria dua tahun kemudian yakni 1938. Salah seorang diantaranya
adalah Heinrich Harrer yang kemudian terkenal dengan kisahnya di Seven Years
in Tibet (1997 film yang sama dengan bintang Brad Pitt diambil dari
bukunya). Harrer menuliskan kisah penaklukan Eiger ini dalam buku yang
disebutnya White Spider terbit pertama 1959, mengambil nama rute yang
diambil timnya.